Kamis, 30 Agustus 2012

[Review] Cinta Paket Hemat-Retni SB



Judul   : Cinta Paket Hemat
Penulis : Retni SB
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Desain dan Ilustrasi cover : Kitty Felicia Ramadhani
Tahun Terbit : 2007
Jumlah halaman : 280 halaman

Sinopsis
Wajah lumayan, karier ada, dukungan keluarga tak pernah kurang, punya teman se-gang yang asyik, bisa ketawa kapan saja, dan… statusnya buka jomblo. Itulah Pipit. Semua itu cukup jadi modalnya untuk bahagia, kan? Memang.
Tapi, sejak dia mendadak ketiban rezeki jadi ibu bagi Lio, bocah laki-laki lima tahun, hidupnya berubah 180 derajat! Putus dengan pacar, tenaga dan emosi terkuras ke sana-sini, pekerjaan kacau-balau – bahkan sampe dipecat – teman-teman menjauh…. Aduh! Semua berantakan!
Apa yang bisa membuat hidupnya kembali cerah seperti dulu?
Dokter yang memeriksanya menyarankan supaya dia segera punya pacar. Ha! Mana ada sih cowok yang mau menerima dia lengkap satu paket dengan Lio?
Bahkan Pak Sapta, yang dewasa dan mapan, yang mampu melimpahinya dengan perhatian dan hadiah serbasempurna, tak ingin keasyikan dengan Pipit ditengahi Lio….
Kebalikan dari Aries. Ah, cowok sinting itu malah mampu membuat Lio menjadi tenang. Tapi sebelnya, cowok itu hobi benar adu mulut… mulutnya tak pernah berhenti menyela dan berkomentar…



Well, akhirnya aku jadi tahu, kenapa aku bisa setia dengan karya Retni SB, padahal tema yang diangkat sih tidak cetar membahana (pinjam jargon Syahrini), tapi karya-karyanya selalu kutunggu. Mungkin karena selalu diselipkan petualangan-petualangan hidup yang selalu membuatku tidak sabar. “Kira-kira kali ini bagian mana lagi dari kisah ini yang akan menyentil?” begitulah pikiranku di setiap menatap pertama cover bukunya.
Kita mulai dari Pipit. Si gadis manis dan centil ini sepertinya harus melalui transisi karakter yag mendadak ketika ketiban rezeki berupa bocah autis, ponakannya yang bernama Lio. Dia yang dulunya periang, ceria, ceriwis, dan gaul harus berubah menjadi seorang Mama yang telaten, sigap dan sabar. Rasa duka yang membekas karena kepergian dua orang yang disayanginya berakibat ke kehidupan kariernya. Dia dipecat karena dianggap kacau dan sudah tidak becus lagi. kemelut yang beruntun menimpanya sukses membuatnya berubah menjadi cewek galak, jutek dan emosian. Syukurlah dia masih memiliki Aries, Om-nya Lio yang biasanya dia panggil monyet.
Aries. Lelaki pemburu berita yang slengekan, berpenampilan cuek namun memiliki kepedulian tinggu justru memiliki respon yang berbeda dengan Pipit jika menyangkut Lio. Cowok itu mampu bersikap santai dan mengambil hati Lio dengan mudah, walau intensitas kebersamaannya dengan Lio terbilang sedikit. Aries tipe cowok yang bertanggungjawab walau Pipit tidak yakin cowok itu akan bisa melengkapi paket kehidupannya bersama Lio semenjak insiden penolakan cintanya.
Kisah ini menceritakan kehidupan orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Melalui kisah ini, bisa kita pahami bahwa penderita Autis bukanlah masalah enteng. Anak Autis aka menguras tenaga, pikiran, waktu dan tentu saja biaya yang mahal. Tapi hal itu tidak lantas mereka harus diperlakukan berbeda dengan anak lainnya. Hanya saja memang perlu perhatian ekstra yang tidak setengah-setengah. Dan hanya orangtua istimewa yang sanggup melalui itu semua. Itulah yag sedang diperjuangkan oleh Pipit dan Aries di kisah ini. Menjadi orangtua istimewa untuk anak istimewa.
Hm… kurasa buku ini bukan sekedar buku biasa, karena buku ini disajikan beberapa motivasi yang implisit maupun eksplisit untuk orangtua penderita Autis. Walau begitu isinya tidak akan membuat pembaca jadi bosan karena tetap dibumbuhi kisah asmara di sana-sini. Cocoklah dibaca dari berbagai kalangan, tapi khusus remaja, aku tidak menyarankan buku ini untuk kalian baca, karena… di dalamnya terdapat beberapa bagian yang belum sepantasnya kalian baca. Hehehe….
Seperti bukunya yang lain, aku juga mendapatkan hal istimewa di kisah ini. Yaitu pada saat petualangan Pipit bersama Aries di goa yang terletak di Gunung Kidul, DIY. Aku seolah ikut larut dalam perjalanan magis mereka. Sampai di sini aku bertanya-tanya, apakah aku termasuk manusia pongah di kehidupan yang terang benderang ini? Apakah aku masih bisa merasakan keceriaan, kepuasan, kebahagiaan dan beragam rasa jika aku hidup tanpa cahaya? Hanya bisa meraba dan mengira.
Ugh! Gila! Mbak Retni lagi-lagi menyentil melalui buku ini. T-O-P-B-G-T, deh!
Untuk kisah ini, aku kasih bintang sebanyak empat!