Rabu, 22 Februari 2017

[Review] TYPO-Christian Simamora


Judul   : TYPO
Penulis : Christian Simamora
Editor : Alit Tisna Palupi
Designer Sampul : Dwi Anissa Anindhika
Penerbit : Twigora


Di saat usianya yang keempat belas tahun, Maisie Varma dijodohkan dengan Josh Mallick oleh kedua ayah mereka. Meskipun sama-sama tak suka dengan keputusan sepuhak itu, Mai dan Josh memilih untuk belajar beradaptasi dengan satu sama lain ketika membangun nyali untuk menentangnya.
Tapi kemudian, di malam pergantian tahun, Oma Josh yang baru mendengar tentang perjodohan itu langsung protes keras. Bukan itu saja, beliau memaksa parah ayah untuk membatalkan pertunangan malam itu juga. Semuanya pun kembali seperti semula, kecuali bagi Mai. Dia sungguh-sungguh tak menyangka, status tunangan Josh selama beberapa hari membuatnya jatuh cinta untk kali pertama.
Novel #jboyfriend kali ini merupakan kronologis cinta putri satu-satnya keluarga Varma. Tentang gelenyaryang membungkus perasaan Mai dalam bahagia, juga tentang hal-hal manis yang membuat pipinya sering merona merah.
Novel ini juga akan bercerita banyak tentang anak bungsu keluarga Mallick. Si mantan tunangan yang bertanggung jawab membuat Mai jatuh hati sekali lagi, juga yang mengingatkannya bahwa perasaan itu tak lebih dari sekadar typo. Kesalahan hati yang harus Mai koreksi.

Tanpa banyak mukadimah lagi, aku langsung ke poinnya, ya. Oke. Ehm. Ini adalah novel Bang Chris yang paliiiiiiing lama kubaca. Walau bacanya tidak hampir seminggu juga, sih, tapi dibandingkan dengan novelnya yang lain, TYPO memang lebih tebal dan lebih gendut. Hihihi....
Bercerita tentang Josh dan Mai yang dijodohkan oleh kedua orangtua mereka di usia remaja, sayang, pertunangan itu terpaksa dibatalkan ketika Oma Josh tidak sepaham dengan para orangtua. Rasa diam-diam suka yang perlahan muncul di hati Mai terpaksa gadis itu abaikan. Mai terpaksa mencabut benih asmara yang perlahan tumbuh dengan segera.
Sayang, tidak semua benih tercabut dengan sempurna. Hingga sisa benih perlahan tumbuh dan tampak subur ketika mereka kembali dipersatukan oleh proyek kerja sama ayah mereka.
Mai yang terlihat polos dan lugu justru menawarkan kesepakatan yang cukup nekat dan gila kepada Josh. Walau awalnya Josh menolak karena tidak ingin nantinya menyakiti Mai, cowok itu tetap tidak kuasa menerima suguhan Mai yang begitu menggoda. Akhirnya mereka sepakat untuk tidak saling menggunakan rasa selama kesepakatan mereka berlaku, jika salah satunya menggunakan rasa, mereka akan menganggap bahwa itu sekadar TYPO belaka.

Sama dengan novel sebelumnya, TYPO pun masih dalam seri #jboyfriend. Kali ini pilihan tokoh jatuh pada Josh Mallick dan Maisie Varma. Genrenya pun sama dengan seri #jboyfriend yang lain, yaitu murni romance.
Sepertinya di novel ini, Bang Chris kembali mengusung konsep cerita yang metro dengan tokoh-tokoh yang glamour, hanya saja kali ini TYPO menampilkan background konflik yang berbeda. Tidak sama dengan sebelumnya, Mai dan Josh justru bertemu di saat mereka masih remaja, ditunangankan pula. Jadi pada saat mereka bertemu di masa kini, dialog mereka pun terasa santai dan akrab.
Selama membaca novel Christian Simamora, aku menemukan beberapa kesamaan, salah satunya adalah penulis selalu memberi konflik batin semacam keragu-raguan perasaan oleh tokoh-tokohnya. Kali ini keraguan itu dimiliki oleh Josh yang memang bukan tipe cowok yang ingin berkomitmen. Josh tidak menyadari perasaan sesungguhnya kepada Mai sehingga Mai harus mengalami yang namanya patah hati.

“Pengakuan lo malam itu benar-benar menyakitkan, tapi gue bersyukur lo mengatakannya tanpa filter sama sekali. Karena hanya dengan itu gue bisa sadar. Lo sukses bikin gue menyadari apa yang gue inginkan sebenarnya. Dan pelajaran paling berharga lainnya adalah: cinta tak akan kunjung kau temukan kalau sejak awal memang tak pernah ada.”
“Mai, gue—”
“That’s okay, Josh.” Mai menepuk-nepuk lengan cowok itu. “semuanya sudah baik-baik saja kok. Nggak ada yang perlu lo khawatirkan.”
“Mai, tapi lo bilang soal typo—”
“Yes, about that. Mai terdiam untuk beberapa saat. “Gue jatuh cinta sama lo. Gue yang bodoh, gue yang salah.” (halaman 438)
Dah. Sampai di situ saja cuplikan dialog yang ingin aku bagi. Kalau kebanyakan, takutnya aku bisa spoiler. Hhehe....
Oke. Di antara novel-novel Bang Chris, TYPO memiliki quote paling banyak. Aku sampai punya kesempatan untuk berasa jadi Mai selama membaca novel ini. Maksudnya, kegemaran nempel-nempel post it itu loooohhh....
Uhm... kesimpulannya novel ini sama romantisnya dengan novel Bang Chris yang lain. Wanita banget! Bahasa yang pop membuat narasi-deskripsinya nggak bikin ngantuk. Kalau kamu menyukai gaya Bang Chris bercerita, kamu akan menyesal kalau melawatkan TYPO ini.
Sampai jumpa di review buku Bang Chris yang laiiiiinnnn....
Salam PUPUNEWE CIWIKEKE-nya Abang. J


 




[Review] Tiger on My Bed-Christian Simamora


Judul   : Tiger on My Bed
Penulis : Christian Simamora
Editor : Dini Saraswati
Designer Sampul : Dwi Anissa Anindhika
Penerbit : Twigora

“UNTUK MENARIK PERHATIAN LAWAN JENISNYA, HARIMAU BETINA BISA MERAUNG SAMPAI 69 KALI SELAMA 15 MENIT.”
Jai harus mengakui, Talita koum Vimana membuatnya penasaran. Dia duduk di pangkuan Jai, membuai dengan suara tawanya, dan bahkan tanpa ragu mengkritik kemampuannya merayu lawan jenis. Hebatnya lagi, semuanya terjadi bahkan sebelum Jai resmi berkenalan dengan Tal.
“SELAYAKNYA TARIAN , HARIMAU JANTAN DAN BETINA MELAKUKAN KONTAK FISIK SATU SAMA LAIN, DISERTAI SUARA RAUNGAN DAN GERAMAN.”
Jujur saja, alasan utama Tal mendekati Jai justru karena dia sama sekali bukan tipe idealnya. Dia dipilih karena alasan shallow; indah dilihat mata, asyik buat diajak make out. Jenis yang bisa dengan gampang ditinggalkan tanpa harus merasa bersalah.
“TAHUKAH KAMU, SETELAH PROSES KAWIN SELESAI, HARIMAU JANTAN SELALU MENINGGALKAN BETINANYA?”
Tiger arrangement, begitu keduanya menyebut hubungan mereka. Dan ketika salah satu pihak terpikir untuk berhenti, pihak lain tak boleh merasa keberatan. Jadi dan Tal menikmati sekali hubungan kasual ini. Tak ada tanggung jawab, tak ada penyesalan... sampai salah satu dari mereka jatuh cinta.
Selamat jatuh cinta.

Selama beralih ke penerbit Twigora, ini adalah novel kelima Bang Chris yang aku baca. Dan sama dengan novel-novel sebelumnya, aku tertarik membeli karena bagian blurb-nya yang memang menarik. Ya, walau aku yakin aku akan tetap membelinya sekalipun cover belakang novelnya kosong. Hahaha... ini Bang Chris loh, penulis yang sukses mewujudkan impian para cewek walau sekadar berwujud fiksi.
Berkisah tentang Talita a.k.a Tal yang patah hati akibat penghianatan tunangannya, berkat usulan Fika, salah satu sahabatnya, dia mencari rebound untuk membuat lukanya menghilang. Sayang sekali, cowok a.k.a Jai yang dijadikan rebound-nya justru membuatnya terlena sehingga memunculkan suatu perasaan yang tidak dipikirkan sebelumnya. Perasaan yang dengan bodohnya tidak ingin diakuinya.
Berbeda dengan Tal, sejak awal Jai memang tampak mempunyai indikasi yang berbeda dengannya. Cowok itu tidak pernah takut mengatakan ketertarikannya kepada Tal, walau tetap ragu melangkah lebih jauh karena perjanjian mereka dan traumanya di masa lalu. Ternyata laki-laki itu pun pernah mengalami yang namanya patah hati.
Selama membaca novel ini, aku tidak pernah berhenti gemas oleh karakter Tal. Benar-benar tidak mengerti dengan apa yang cewek ini inginkan. Kalau biasanya aku selalu simpati kepada tokoh cewek dalam karya-karya Bang Chris, di sini justru sebaliknya, aku lebih simpati dan berpihak kepada Jai. Saking gemasnya, aku baca novel ini sambil teriak-teriak sendiri, “bodoh banget nih cewek!”. Berkat Tal, quote populer yang entah dari mana sumbernya macam ‘cewek selalu benar’ jadi tidak ada apa-apanya. Tidak benar sama sekali! Well, jika memang Bang Chris ingin memberi kesan ‘menggemaskan’ kepada Talita, aku acungkan empat jempol kepadanya. Tercapai banget!
Bang Chris kembali menggunakan point of view tiga di karyanya kali ini, dan sama dengan novel sebelumnya, pemilihan sudut pandang pengarang tidak lantas membuat penceritaan karakter tokohnya jadi mati. Tokoh Tal sangat terasa (Aku sudah mengatakan kalau dia menggemaskan, bukan?), begitupula dengan Jai. Lengkap dengan segala aksesoris-aksesoris sebagai pendukung karakter yang terasa pas, mendukung penggambarannya semakin ngena’.
Gaya bahasa yang digunakan juga masih terasa lincah, nge-pop dan tidak kejur alias kaku. Licin banget kayak belut! Membaca karya-karyanya juga bikin aku banyak belajar. Ada aja hal baru yang aku dapatkan di setiap membaca novelnya. Risetnya itu loh, mancap! Hahaha.... Aku rasa gaya Bang Chris ini tidak ada duanya, dan itulah alasan kenapa aku masih setia jadi pembacanya hingga sekarang.
Ada hal yang mengejutkan yang aku dapatkan dalam novel ini, yaitu sedikit fakta tentang buaya.
“Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama sepuluh tahun, ditemukan fakta tujuh puluh persen buaya betina kembali lagi ke buaya jantan yang sama untuk bereproduksi. Dan itu konsisten terjadi dari tahun ke tahun.” (Halaman 276)
Lalu kalau faktanya seperti itu, filosofi seperti apa yang menyebabkan ‘buaya darat’ dijadikan konotasi tukang selingkuh? Hahaha.... mari kita cari bersama.
 Di antara puluhan dialog— atau ratusan? (Sori, aku nggak hitung)—di dalam buku ini, aku paling suka dialog di bawah ini:
“Gue masih nggak habis pikir, lo masih aja in denial kayak gitu.” Jai menggeleng sedih. “Tapi terserah. Gue akan bilang ini sekali aja: gue nggak akan meminta apalagi memohon. Tapi begitu lo berbalik dan keluar dari pintu itu, gue nggak akan pernah mengharapkan lo untuk bersama gue lagi.”
Mata Tal terbelalak. “gue nggak salah dengar, tadi itu... ancaman kan?”
“Lo juga nggak perlu bilang apa-apa selain kembali ke tempat tidur ini dan bertahan sama gue sampai esok pagi.”
“Seumur-umur baru kali ini gue dipaksa—”
“Gue nggak lagi maksain kehendak.” Sekali lagi, cowok itu menggeleng. “Gue hanya menolak patah hati untuk kedua kalinya karena orang yang sama.” (Halaman 371)
Sumpah, Jai itu COWOK banget! Cewek kayak Tal emang seharusnya digituin, bandel, sih! Kekekekeke....
Oke. Aku rasa ulasannya cukup sampai di sini. Aku nggak mau terjadi spoiler di antara kita. Jadi, dengan senang hati aku memberi bintang sebanyak lima pada buku ini. Yuhhuuu!!!
Sampai jumpa di review buku Bang Chris yang laiiiiinnnn....
Salam PUPUNEWE CIWIKEKE-nya Abang. J


  





Selasa, 21 Februari 2017

[Review] Meet Lame-Christian Simamora


Judul   : Meet Lame
Penulis : Christian Simamora
Editor : Prisca Primasari
Designer Sampul : Dwi Anissa Anindhika
Penerbit : Twigora

Dear all,
Saat ini, aku sedang terlibat perasaan dengan dua orang cowok sekaligus.
JANIEL
Bahkan sampai detik ini pun, Janiel masih belum ada tanda-tanda ngeh mengenai betapa patah hatinya aku karenanya. Yah, aku memang nggak ada rencana untuk memberi tahu sih—buat apa juga? Memangnya situasi bakal berubah? Memangnya Janiel punya perasaan terpendam juga padaku sehingga pernyataan cintaku itu mendorongnya untuk memutuskan Putri dan memacariku?

DANIEL
Di hari perpisahan itu, aku melakukan sesuatu yang percuma juga untuk aku sesali. Daniel Kelvin Vincensius—itu nama panjangnya—mencuri ciuman dan keperawananku pada hari yang sama. Meninggalkan Indonesia beberapa jam kemudian. Membiarkan aku bertanya-tanya tentang arti kebersamaan singkat itu selama bertahun-tahun... sampai akhirnya aku capek sendiri.

JANIEL atau DANIEL
Atau lebih baik nggak dua-duanya saja? Aku lagi nggak kepengen bermain-bermain dengan perasaan dan kebahagianku sendiri. Apalagi karena kamu dan aku sama-sama tahu: love hurts, love gives you pain.

You know what... FUCK LOVE! Maybe this is for the best. Sekian dan terima kasih.

Tertanda,

AKU YANG LAGI STRES SENDIRI


Berbicara mengenai karya Bang Chris, aku langsung ngebayangin tokoh-tokoh yang glamour dalam setting metropolitan. Penggunaan bahasa yang ngepop banget dan fleksibel. Ceritanya yang ‘cewek banget’ dan romantis pakai banget pula. Selama mengusung genre dewasa, ada beberapa yang nggak bisa lepas dari karyanya, yaitu cerita yang ditaburi unsur erotis, tapi Bang Chris tetap tidak pernah lupa kok memberi cap ‘NOVEL DEWASA’ di cover belakangnya. Jadi masih amanlah. Hehehe....
Dalam Meet Lame ini, aku menemukan perbedaan dari beberapa novel Bang Chris sebelumnya. Seingatku, selama aku membaca karya Bang Chris (kecuali Shit Happens yang memang belum aku baca), aku selalu menemukan penggunaan point of view tiga dalam menyampaikan cerita, namun di Meet Lame ini sendiri, cerita disampaikan dalam point of view dengan tokoh ‘Aku’ yang tidak diberi nama. Wah, aku sendiri membayangkan bagaimana tantangan seorang penulis yang tidak memberi nama kepada karakter utamanya hingga akhir.
Bercerita ‘Aku’ yang menyukai dua laki-laki sekaligus. Janiel yang menjadi cinta diam-diamnya, dan Daniel yang mencuri milik paling berharganya di masa lalu. Kemunculan kembali dua laki-laki yang nyaris bersamaan itu membuat ‘Aku’ kelabakan dengan perasaannya sendiri. ‘Aku’ menginginkan Janiel untuk membalas perasaannya, namun di sisi lain ‘Aku’ juga masih tidak dapat menghilangkan kenangan yang diciptakan Daniel untuknya. Kalau meminjam lagu Afgan, ‘Aku’ mengalami Cinta Dua Hati, jatuh di dua hati.
Selama membaca Meet Lame ini, aku juga nyaris dibuat plin-plan oleh tokoh Janiel dan Daniel. Janiel yang terkesan sebagai cowok baik-baik, cakep dan romantis menjadi idaman para cewek, sedangkan Daniel yang digambarkan brengsek di awal kemunculannya mendadak menjadi sosok yang ‘diinginkan’ karena imej bad boy-nya. Namun aku yakin, setiap pembaca memiliki selera yang beda soal cowok idaman. Jadi memilih antara Janiel dan Daniel tergantung selera pula.
Yang beda lagi dalam Meet Lame ini adalah pemilihan karakter cewek yang di luar kebiasaan penulis. Kali ini, entah karena alasan apa, penulis menggambarkan ‘Aku’ sebagai cewek yang curvy. Tidak seperti Cindy, Reina dan Kendra yang pastinya pembaca setia Bang Chris tahu memiliki pesona yang berbeda. Namun hal itu tidak menjadi halangan untuk aku membayangkan sosok yang berbeda pula. Meskipun Bang Chris menjadikan Denise Bidot sebagai ‘Aku’ pada fitur cast di wattpadnya, aku justru membayangkan sosok Nina Dobrev di saat season terakhirnya di serial The Vampire Diaries. Mungkin karena salah satu ilustrasi dalam novel ini menampilkan wajah ‘Aku’ mirip dengan Elena Gilbert, komplit dengan gaya ‘Aku’, Daniel dan Janiel yang seolah berjalan mengejar sesuatu yang persis sama dalam salah satu poster The Vampire Diaries. Hehehe... Ini menurut aku lho, jadi kalau rada ngawur, ya dimaklumi.
Uhm... secara keseluruhan, aku suka sama Meet Lame ini. Entah kenapa konflik di dalamnya membuat aku jadi melihat sosok-sosok karakternya yang begitu nyata. Aku bahkan bertanya sendiri, “Kalau aku punya masalah percintaan seperti ‘Aku’, aku bakal ngambil keputusan yang sama, nggak?”
Well, sampai di sini cuap-cuap aku. Aku memberi bintang sebanyak empat kepada novel ini. Bagaimana pun juga aku masih merasa ada beberapa yang nggak sesuai maunya aku (bukan berarti jelek lho, ya?). Ini kembali lagi ke masalah selera. Meski begitu, aku jamin novel ini wajib koleksi, karena sama dengan novelnya yang lain, Bang Chris sukses membuat aku tidak cukup sekadar membaca sekali. Aku akan membaca kali kedua, ketiga dan seterusnya.
Sampai jumpa di review buku Bang Chris yang laiiiiinnnn....
Salam PUPUNEWE CIWIKEKE-nya Abang. J



Senin, 13 Februari 2017

Review The Legend of  Blue Sea
Judul : The Legend of Blue Sea (Pooreun Badaui Junsul)
Genre : Romance, Melodrama, Fantasi, Komedi.
Jumlah Episode : 20 Episode
Stasiun TV : SBS
Sutradara : Jin Hyeok
Penulis Naskah : Park Ji Eun

Pemain :
1.   Jun Ji Hyun : Shim Cheong/ Se-Hwa
2.      Lee Min Ho : Heo Joon Jae/ Kim Dam Ryeong
3.      Lee Hee Joon : Jo Nam Doo/ Lord Yang
4.      Shin Won Ho : Tae Oh
5.      Sung Dong Il : Mae Dae Young
6.      Shin Hye Sun : Cha Shi Ah
7.      Shin Eun So : Shim Cheong muda
8.      Jin Young : Heo Joon Jae muda
9.      Moon So ri : Ahn Ji Joo
1.  Lee Ji Hoon : Heo Cha Hyun
1.  Kim Sung Ryung : cameo
1.  Krystal Jung : Cameo, dll.


Pertama kali membaca kabar bahwa Lee Min Ho akan comeback drama dan akan dipasangkan dengan Jun Ji Hyun, aku langsung mengira-ngira seberapa besar kualitas dorama ini. Terlebih Jun Ji Hyun adalah aktris yang tidak diragukan lagi kemampuannya, meskipun begitu, aku yang merupakan anak Minoz agak sedikit tidak rela dengan pair ini. Kok gini amat, ya, kalau Lee in Ho main drama? Dapatnya yang tua melulu (selain The Heirs) pasangannya. Hihihi. But, it’s okay! Aku mencoba melihat sisi positifnya. Jun Ji Hyun adalah aktris yang sudah menikah, dengan begitu kemungkinan gosip aneh di antara mereka jadi terminimalisir. Yuhhuu!

Meskipun aku adalah anak Minoz, aku tetap mencoba menjadi objektif dalam mengulas drama ini. Aku akan mengungkap semua kelebihan sekaligus kekurangan yang aku dapatkan selama menontonnya, walau mungkin tidak akan selengkap di saat aku mengulas buku. Hehe... harus aku akui, bahwa ini pertama kalinya aku mengulas dorama.

Oke, tanpa banyak mukadimah lagi, aku akan ke intinya.

Sebenarnya aku tidak tahu ingin memulai mengulas kisah ini dari mana, karena di drama ini menggunakan dua zaman yang berbeda, yaitu zaman di era Joseon dan di era modern.

Berawal dari Se Hwa, putri duyung yang terjebak oleh perangkap warga di era Joseon sehingga menyebabkan dia menjadi korban ketamakan Tuan Yang. Se Hwa diikat untuk menghasilkan air mata yang nantinya akan menjadi mutiara dan memenuhi keserakahan Tuan Yang. Pada saat Kim Dam Ryeong (Kepala daerah) berkunjung di wilayah Tuan Yang, Se Hwa meminta tolong kepadanya melalui telepati (suara dalam hati) yang entah bagaimana caranya bisa didengar oleh Kim Dam Ryeong, ternyata di masa lalu, pada saat mereka remaja, keduanya saling mengenal dan saling jatuh cinta. Di sinilah kisah bermula. Legenda yang tidak pernah lepas dengan masa depan.

Di era modern, mereka kembali bertemu. Kim Dam Ryeong  yang bereinkarnasi menjadi Heo Jon Jae menghabiskan masa liburannya di Spanyol dan bertemu Putri Duyung. Meski sempat terpisah, tapi di sinilah awal cinta sekaligus tragedi terjadi di era modern.

Selama menonton drama ini, aku begitu terpukau dengan sandiwara para pemain, namun di antara beberapa cast-nya, aku mengacungkan empat jempol kepada Jun Ji Hyun. Sumpah, dia begitu totalitas. Aku akan dibuat mewek ketika dia sedang mellow dan akan dibuat terpingkal-pingkal ketika dia sedang berlakon bodoh. Beragam karakter disikat habis dengan mudah. Aku bahkan heran sampai bertanya, “Ini orang nggak malu ya, berlakon seperti itu? Nggak malu kelihatan jelek?” Tapi sepertinya pertanyaanku ini hanyalah sebatas pertanyaan tanpa jawaban, karena berlakon apa pun, Jun Ji Hyun tetap kelihatan cantik. Mungkin jika dia tidur sambil ngorok sekali pun tetap cantik. Hehehe..

Selain itu, Lee Min Ho juga mampu mengimbangi Jun Ji Hyun. Sebenarnya sejak awal aku menunggu tampilan aktor ini, karena menurut kabar sebelum tayang, Lee Min Ho akan memerankan dua tokoh, yang mana ini adalah pertama kalinya. Dan sejauh aku menyaksikan sendiri, dia sangat menguasai perannya. Seolah karakter-karakter itu memanglah karakter aslinya di dunia nyata.

Di luar ketenaran aktor dan aktris di dalam drama ini, aku mencoba melihat dari sisi alur ceritanya. Berbeda dengan pendapat beberapa pihak yang mengatakan drama ini hanyalah ‘jual pemain’, justru aku melihat sebaliknya. Penulis naskah sukses menampilkan plot yang rapat, teratur dan terkonsep. Sejak dulu hingga sekarang, aku merasa membuat alur maju-mundur itu tidaklah mudah, sedikit celah saja akan membuat plot jadi kacau dan berantakan. Tapi Park Ji Eun mampu membuat cerita ini mudah dipahami, meski benang merahnya perlahan ditampilkan, bukan sekaligus.

Meski begitu, aku menemukan ending yang tidak sesuai dengan akspektasi aku. Sebagaimana kita tahu, Putri Duyung bukanlah manusia, sehingga sangat tidak logis jika dia mampu bertahan di darat, bahkan berketurunan di sana, namun sepertinya tidak di TLOBS ini. Di sini, putri duyung mampu melakukan itu, mampu melakukan apa yang manusia lakukan. Walau aku tidak menyukai ending drama Man From the Star (salah satu dorama yang mengusung genre yang sama), namun aku justru lebih sepakat dengan ending seperti itu dibandingkan ending TLOBS. Tapi lagi-lagi aku memaksa untuk melihat sisi lain, bahwa drama ini bergenre fantasi, jadi hal yang tidak logis sekalipun mampu diciptakan dengan sesuka hati. Hehehe....

Overall, aku suka sama drama ini. Drama ini adalah salah satu drama wajib koleksi. Bukan karena aku anak Minoz, ya? Percaya, sekali pun bukan Lee Min Ho yang memerankan drama ini, aku tetap akan menjadikannya drama wajik koleksi. J






Selasa, 07 Februari 2017

[Review] Apa Pun Selain Hujan-Orizuka

Takut Diciptakan untuk Membuat Kita jadi Berani

Judul : Apa Pun Selain Hujan
Penulis: Orizuka
Editor: Yulliya
Desainer Sampul: Agung Nugroho
Penerbit: GagasMedia


Wira membenci hujan. Hujan mengingatkannya akan sebuah memori buruk, menyakitinya....
Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan, meninggalkan perempuan yang disayanginya.
Namun, seberapa jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu, saat itulah ia bertemu Kayla.
Pertemuan itu mengubah segalanya.

Sebuah novel tentang melepakan mimpi di bawah hujan. Tentang cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.

Awalnya saya sama sekali tidak memiliki niat untuk mengoleksi buku ini. Bukannya tidak ingin membacanya, sungguh, hanya orang yang menutup mata yang tidak melihat kehebatan Orizuka meramu kata. Hanya saja, setelah membaca sinopsisnya, saya tidak begitu tertarik mengoleksi, mungkin karena saya sudah terbiasa dengan cerita karya Orizuka yang segar dan lincah, sedangkan melihat sinopsisnya, yang bisa saya tangkap adalah kegelapan dan kegamangan. Sangat bukan Orizuka sama sekali.
Akhirnya, karena suatu insiden, buku ini saya beli juga. Seperti biasa, sebelum membaca isinya, saya menatap sampulnya, tapi karena saya belum mendapat sesuatu yang menarik, saya mencari bookmark-nya, dan setelah dapat, saya mulai sedikit tahu seperti apa isi di dalamnya.
Dalam proses membacanya, semakin lama semakin saya memahami, bahwa Orizuka sama sekali tidak hilang dalam tulisan ini. Gaya penulisnya tetap konsisten, dialognya tetap manis dan penokohannya tetap menarik. Salah satu yang tetap terasa yaitu tokoh cewek yang catchy (sama dengan novelnya yang lain). Hanya saja kali ini berisi konflik yang memang agak serius.
Bercerita tentang Wira yang berusaha menghapus masa lalunya yang buruk. Taekwondo yang menjadi passion-nya justru membuatnya kehilangan sahabatnya, juga perempuan yang disayanginya. Rasa bersalah yang dimulai di hari itu, tepat di saat hujan turun dengan lebat, membuatnya benci, bahkan trauma oleh hujan. Sayangnya, Wira tidak pernah memprediksi sebelumnya, bahwa tempat sebagai pelariannya justru kembali menyeretnya ke memori masa lalu. Pertemuan tanpa sengaja dengan Kayla adalah awal dari jawaban atas dukanya selama ini.
Seperti yang saya bilang sebelumnya, karya ini tidak membuat gaya Orizuka jadi hilang, justru membuatnya lebih berwarna. Sebelum Apa Pun Selain Hujan, konflik serius pernah diangkat oleh penulis dengan judul Our Story. Mungkin ada yang beda dari segi penulisan, karena di Apa Pun Selain Hujan, semua informasi disampaikan dengan apik. Tidak kurang, namun juga tidak berlebihan. Terasa pas.
Dari segi penokohannya pun terasa akrab. Walau saya tidak menemukan sisi mellow dalam tokoh ceweknya, tapi karakter Kayla yang lincah, gesit dan periang membuatnya jadi istimewa. Justru sisi mellow-nya ada pada Wira, tokoh cowoknya. Tapi bukan mellow dalam artian menangis tersedu sambil meratapi nasib yang begitu malang. Bukan. Penulis berhasil menampakkan mellow dari sisi cowok, yang pasti beda dengan mellow-nya cewek.
Beralih dari sisi mellow, saya ingin mengulas keistimewaan buku ini. Di buku ini, saya bisa menemukan pelajaran paling berharga. Bahwa rasa takut harusnya tidak dijauhi, tapi dihadapi. Ketika kita berlari menjauh dari rasa takut itu, justru dia akan semakin kuat mengejar dan membayangi. Tidak akan berakhir dan akan selalu seperti itu. Saatnya kita berbalik dan menghadapi bagai ksatria penentu nasib perang.
Bukankah takut diciptakan untuk membuat kita menjadi berani?

Sebelum mengakhiri review ini, saya ingin membagi beberapa kutipan dialog manis sekaligus menjadi favorit di dalam buku ini. Berikut kutipannya:

Kayla tahu-tahu melongok ke belakang. “Hari ini kamu beda banget, Wira,” komentarnya. Membuat Wira mendadak panik. “Lebih ganteng.” (Halaman 157)

Wira meraih tali ransel Kayla, lalu melepasnya. “Sini. Aku aja yang bawa.”
“Duh..., manisnya,” goda Kayla. Wira mendelik sambil mengenakan ransel itu—yang beratnya mungkin setengah berat badannya sendiri. “Sudah ganteng, baik hati lagi. Anak siapa, sih?”
“Bawel,” tukas Wira setengah bercanda, membuat Kayla terbahak. Wira sendiri berusaha untuk menelan rasa keki dan gelinya pada saat yang bersamaan. (Halaman 158)

Akhirnya, dengan rasa bangga saya merekomendasikan buku ini untuk dikoleksi. Tidak akan rugi pastinya. Saya saja telah menyesal karena tidak membelinya saat cetakan pertama.