Judul : Tiger on My Bed
Penulis : Christian Simamora
Editor : Dini Saraswati
Designer Sampul : Dwi Anissa Anindhika
Penerbit : Twigora
“UNTUK MENARIK PERHATIAN LAWAN JENISNYA, HARIMAU BETINA BISA
MERAUNG SAMPAI 69 KALI SELAMA 15 MENIT.”
Jai harus mengakui, Talita koum Vimana membuatnya penasaran. Dia
duduk di pangkuan Jai, membuai dengan suara tawanya, dan bahkan tanpa ragu
mengkritik kemampuannya merayu lawan jenis. Hebatnya lagi, semuanya terjadi
bahkan sebelum Jai resmi berkenalan dengan Tal.
“SELAYAKNYA TARIAN , HARIMAU JANTAN DAN BETINA MELAKUKAN KONTAK
FISIK SATU SAMA LAIN, DISERTAI SUARA RAUNGAN DAN GERAMAN.”
Jujur saja, alasan utama Tal mendekati Jai justru karena dia sama
sekali bukan tipe idealnya. Dia dipilih karena alasan shallow; indah
dilihat mata, asyik buat diajak make out. Jenis yang bisa dengan gampang
ditinggalkan tanpa harus merasa bersalah.
“TAHUKAH KAMU, SETELAH PROSES KAWIN SELESAI, HARIMAU JANTAN
SELALU MENINGGALKAN BETINANYA?”
Tiger arrangement,
begitu keduanya menyebut hubungan mereka. Dan ketika salah satu pihak terpikir
untuk berhenti, pihak lain tak boleh merasa keberatan. Jadi dan Tal menikmati
sekali hubungan kasual ini. Tak ada tanggung jawab, tak ada penyesalan...
sampai salah satu dari mereka jatuh cinta.
Selamat jatuh cinta.
Selama beralih ke penerbit Twigora, ini adalah novel kelima Bang
Chris yang aku baca. Dan sama dengan novel-novel sebelumnya, aku tertarik
membeli karena bagian blurb-nya yang memang menarik. Ya, walau aku yakin aku
akan tetap membelinya sekalipun cover belakang novelnya kosong. Hahaha... ini
Bang Chris loh, penulis yang sukses mewujudkan impian para cewek walau sekadar
berwujud fiksi.
Berkisah tentang Talita a.k.a Tal yang patah hati akibat
penghianatan tunangannya, berkat usulan Fika, salah satu sahabatnya, dia
mencari rebound untuk membuat lukanya menghilang. Sayang sekali, cowok
a.k.a Jai yang dijadikan rebound-nya justru membuatnya terlena sehingga
memunculkan suatu perasaan yang tidak dipikirkan sebelumnya. Perasaan yang
dengan bodohnya tidak ingin diakuinya.
Berbeda dengan Tal, sejak awal Jai memang tampak mempunyai indikasi
yang berbeda dengannya. Cowok itu tidak pernah takut mengatakan ketertarikannya
kepada Tal, walau tetap ragu melangkah lebih jauh karena perjanjian mereka dan traumanya
di masa lalu. Ternyata laki-laki itu pun pernah mengalami yang namanya patah
hati.
Selama membaca novel ini, aku tidak pernah berhenti gemas oleh
karakter Tal. Benar-benar tidak mengerti dengan apa yang cewek ini inginkan.
Kalau biasanya aku selalu simpati kepada tokoh cewek dalam karya-karya Bang
Chris, di sini justru sebaliknya, aku lebih simpati dan berpihak kepada Jai.
Saking gemasnya, aku baca novel ini sambil teriak-teriak sendiri, “bodoh banget
nih cewek!”. Berkat Tal, quote populer yang entah dari mana sumbernya
macam ‘cewek selalu benar’ jadi tidak ada apa-apanya. Tidak benar sama sekali! Well,
jika memang Bang Chris ingin memberi kesan ‘menggemaskan’ kepada Talita, aku
acungkan empat jempol kepadanya. Tercapai banget!
Bang Chris kembali menggunakan point of view tiga di
karyanya kali ini, dan sama dengan novel sebelumnya, pemilihan sudut pandang
pengarang tidak lantas membuat penceritaan karakter tokohnya jadi mati. Tokoh
Tal sangat terasa (Aku sudah mengatakan kalau dia menggemaskan, bukan?),
begitupula dengan Jai. Lengkap dengan segala aksesoris-aksesoris sebagai
pendukung karakter yang terasa pas, mendukung penggambarannya semakin ngena’.
Gaya bahasa yang digunakan juga masih terasa lincah, nge-pop
dan tidak kejur alias kaku. Licin banget kayak belut! Membaca karya-karyanya
juga bikin aku banyak belajar. Ada aja hal baru yang aku dapatkan di setiap
membaca novelnya. Risetnya itu loh, mancap! Hahaha.... Aku rasa gaya Bang Chris
ini tidak ada duanya, dan itulah alasan kenapa aku masih setia jadi pembacanya
hingga sekarang.
Ada hal yang mengejutkan yang aku dapatkan dalam novel ini, yaitu
sedikit fakta tentang buaya.
“Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan selama sepuluh tahun, ditemukan fakta tujuh puluh persen buaya betina
kembali lagi ke buaya jantan yang sama untuk bereproduksi. Dan itu konsisten
terjadi dari tahun ke tahun.” (Halaman 276)
Lalu kalau faktanya seperti itu, filosofi seperti apa yang
menyebabkan ‘buaya darat’ dijadikan konotasi tukang selingkuh? Hahaha.... mari
kita cari bersama.
Di antara puluhan dialog—
atau ratusan? (Sori, aku nggak hitung)—di dalam buku ini, aku paling suka
dialog di bawah ini:
“Gue masih nggak habis pikir, lo
masih aja in denial kayak gitu.” Jai menggeleng sedih. “Tapi terserah. Gue akan
bilang ini sekali aja: gue nggak akan meminta apalagi memohon. Tapi begitu lo
berbalik dan keluar dari pintu itu, gue nggak akan pernah mengharapkan lo untuk
bersama gue lagi.”
Mata Tal terbelalak. “gue nggak
salah dengar, tadi itu... ancaman kan?”
“Lo juga nggak perlu bilang apa-apa
selain kembali ke tempat tidur ini dan bertahan sama gue sampai esok pagi.”
“Seumur-umur baru kali ini gue
dipaksa—”
“Gue nggak lagi maksain kehendak.”
Sekali lagi, cowok itu menggeleng. “Gue hanya menolak patah hati untuk kedua
kalinya karena orang yang sama.” (Halaman 371)
Sumpah, Jai itu COWOK banget! Cewek kayak Tal emang seharusnya
digituin, bandel, sih! Kekekekeke....
Oke. Aku rasa ulasannya cukup sampai di sini. Aku nggak mau terjadi
spoiler di antara kita. Jadi, dengan senang hati aku memberi bintang
sebanyak lima pada buku ini. Yuhhuuu!!!
Sampai jumpa di
review buku Bang Chris yang laiiiiinnnn....
Salam PUPUNEWE
CIWIKEKE-nya Abang. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar