Minggu, 07 Agustus 2016

[Review] The Chronicles of Audy: O2-Orizuka



Bukan Hanya AADC 2, The Chronicles of Audy: O2 pun Patut Dinanti


Hai. Namaku Audy. Umurku masih 22 tahun. Hidupku tadinya biasa-biasa saja, sampai cowok yang kusukai memutuskan untuk meneruskan sekolah ke luar negeri.
Ketika aku sedang berpikir tentang nasib hubungan kami, dia memintaku menunggu.
Namun ternyata, tidak cuma itu. Dia juga memberiku pernyataan yang membuatku ketakutan setengah mati!
Di saat aku sedang kena galau tingkat tinggi, masalah baru (lagi-lagi) muncul.
Seseorang yang tak pernah kulirik sebelumnya, sekarang meminta perhatianku!
Ini adalah kronik dari kehidupanku yang sepertinya akan selalu ribet.
Kronik dari seorang Audy.


“Seperti oksigen, keluarga ada di sekitarmu, di setiap tarikan napasmu, mengalir dalam darahmu. Walaupun kamu nggak selalu bisa lihat, tapi kamu tahu keluarga selalu ada bersama kamu.”
  


Akhirnya setelah sekian lama seri The Chronicles of Audy kelar juga. Sebelum baca seri O2 ini, aku pandangin sampulnya dulu. Lama banget. Aku meneliti tiap sisi dan sudutnya sambil menikmati perasaan aneh. Ehm… senang, bangga, terharu, nggak sabar, tapi sekaligus sedih. Persis sama di beberapa saat sebelum nonton film AADC 2. Aku tahu saat-saat seperti ini pasti akan tiba. Pasti akan berakhir. Jadi aku membacanya benar-benar dengan perasaan.
Sebenarnya aku sudah tidak peduli lagi untuk mengulas tokoh-tokoh serial Audy ini. Aku hanya ingin membagi perasaan yang entah kenapa jadi mellow setelah membacanya, namun aku pahami bahwa nggak ada resensi buku yang hanya berisi curahan hati resensatornya. Hihihi….
Oke. Audy Nagisa. Masih berumur 22 tahun, dan sesungguhnya aku pun sudah cukup lelah untuk mengulang-ulang info kalau dia belum juga lulus. Audy melamar jadi babysitter, kemudian diperalat jadi pembantu, dan pada akhirnya jadi bagian keluarga 4R: Regan, Romeo, Rex dan Rafae.
Singkat kata, setelah satu perjalan roller coaster, dia jatuh cinta kepada anak ketiga keluarga ini, yang secara kebetulan adalah cowok tujuh belas tahun dan ber-IQ 152, yang rumitnya tidak terkira, yang akan berkuliah di luar negeri dalam waktu beberapa bulan lagi.
Seakan kehidupan asmaranya belumlah rumit, Romeo, anak kedua keluarga itu, mengatakan hal-hal bego kepada Rex yang seketika membuat Audy bergidik ngeri.

“Karena aku kakak yang nggak berguna, selama kamu pergi nanti, aku, nggak akan jagain Audy buat kamu. Aku akan jagain Audy, tapi untukku sendiri.”

Walau begitu, Audy tidak menghindari Romeo seperti yang dilakukannya kepada Rex dulu, mungkin karena pembawaan Romeo yang santai, norak, dan konyol, Audy merasa tidak perlu menjaga perasaannya. Mereka tetap seru, mereka bersama-sama menjalankan beberapa misi demi melihat Rex dan Rafael menjadi akur sebelum Rex pergi.
Regan pun masih memiliki peran penting di sini, dia tetap menjadi kakak sulung yang bertanggungjawab terhadap adik-adiknya. Bersama dengan Maura, istrinya, Regan berhasil menjadi kepala keluarga yang sebenarnya. Seperti kata Audy, mereka adalah pasangan sempurna.
Di seri ini, semua masalah telah diselesaikan dengan begitu hangat. Masalah tentang keberangkatan Rex ke MIT, masalah kecanggungan antara Rex dan Rafael, juga masalah beban Maura kepada 4R, terutama kepada Rafael.
Namun yang membuatku supergalau adalah ketika Rex memberikan hadiah perpisahan untuk Audy yang menurutku… manis. Hadiah perpisahan yang tidak terduga atau terbayangkan, baik itu menurut Audy, maupun menurutku sebagai pembaca, dan itu membuatku bahagia bercampur haru.
Belum cukup sampai di situ, suasana kebahagiaan di antara mereka di bagian ending cerita sukses membuatku menarik gulungan tisu. Padahal aku bukanlah orang yang dramatis, apalagi melankolis layaknya Audy. Tapi aku rela, jika pada saat membaca bagian itu roh Audy Nagisa memang bersemayam di tubuhku. Hahaha….
Dalam buku ini, ada kutipan dialog yang membuatku senyum-senyum sendiri sambil guling-guling di kasur. Yaitu, 

Aku mengangguk. “Kamu genius, pintar, dan… cerdas.”
Rex mendengus. “Kamu pacaran sama ensiklopedia aja kalau gitu.”
“Tapi ensiklopedia nggak bikin aku pengin punya tujuan,” kataku lagi. “Ensiklopedia nggak bikin aku pengin jadi lebih baik. Ensiklopedia nggak percaya aku bisa melakukan itu semua.”
Senyum Rex memudar.
“Dan yang paling penting, ensiklopedia nggak bikin aku deg-degan tiap ngelihatnya,” (Halaman 324)

Juga terdapat penggalan surat dari Romeo yang membuatku terbahak sekaligus ingin menabok kepalanya.

‘Mas pasti pulang, Dik. Dari yang merindukanmu juga. Mas Romeo.’ (Halaman 234)
Sampai kalimat Rafael yang membuatku… ekhem… menangis.
“Jangan nangis, Au.” Rafael menarik rokku, berusaha menghibur. “Nanti aku tanamin peppermint juga.” (Halaman 350)

Sekali lagi, roh Audy Nagisa berhasil merasukiku.

Well, tidak bosannya aku mengatakan bahwa sebenarnya aku tidak ingin sampai di sini. Aku belum siap berpisah dengan 4R1A. Mereka benar-benar… ah, sulit dijelaskan. Sampai-sampai serasa aku ingin mendatangi penulisnya untuk tidak mengakhiri kisah ini dulu. Tapi aku yakin, Orizuka sangat waras tidak ingin membiarkan karyanya berakhir seperti sinetron. Selain itu aku cukup diberi pengertian oleh pepatah klasik namun terbukti benar yang berbunyi “Setiap pertemuan pasti ada perpisahan”

Betul, kan?

Jadi rasa-rasanya sebagai pembaca, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Orizuka atas karyanya yang begitu… luar biasa ini. Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita petik dalam kronik kehidupan Audy, asal kita mau membuka mata dan hati.
Sampai di sini, aku rasa sampul O2-lah yang paling pas banget dengan isinya. O2-Oksigen-tumbuhan-hijau.
Tunggu! Bicara apa aku ini? Hmm… begitulah. Semoga dipahami.

Sebelum aku mengakhiri review ini, aku ingin memberi beberapa kutipan dialog konyol Audy.

“Pasti bahagia ya, kalau terlahir bebal kayak kamu.”
“Itu, adalah judul lagu yang lebih ribet dari hidupku.”
“Bisa kamu nggak pake kata-kata ala sinetron gitu?”
“Lakukan itu dan Rex nggak akan pulang untuk selamanya,”
“Aku bukan Putri Indonesia. Aku nggak bikin orang terkesan”

Oke. Intinya, seri terakhir TCoA ini melampaui ekspektasiku. O2 lebih berhasil mengaduk-aduk emosiku dibandingkan dengan AADC 2. Jadi dengan bangga aku memberi bintang sebanyak lima kepada seri terakhir ini. Makanya, untuk kalian yang belum membacanya, apalagi tidak memiliki koleksinya dengan lengkap, aku berani bertaruh bahwa kalian telah RUGI TOTAL. Hehehe…

Keterangan Buku
Penulis                                        : Orizuka
Penyunting                                 : Yuli Yono
Cover desainer dan illustrator    : Bambang ‘Bambi’ Gunawan
Proofreader                                : KP Januwarsi
Jumlah Halaman                         : 364 Hlm; 19 cm
Penerbit                                      : Penerbit Haru
Tahun Terbit                               : 2016

Yuk lihat juga :
[Review] The Chronicles of Audy: 4/4 

dan
[Review] The Chronicles of Audy: 21-Orizuka 

dan
[Review] The Chronicles of Audy: 4R-Orizuka  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar