Bukan Hanya AADC 2, The Chronicles of Audy: O2 pun Patut Dinanti
Hai.
Namaku Audy. Umurku masih 22 tahun. Hidupku tadinya biasa-biasa saja, sampai
cowok yang kusukai memutuskan untuk meneruskan sekolah ke luar negeri.
Ketika
aku sedang berpikir tentang nasib hubungan kami, dia memintaku menunggu.
Namun
ternyata, tidak cuma itu. Dia juga memberiku pernyataan yang membuatku
ketakutan setengah mati!
Di
saat aku sedang kena galau tingkat tinggi, masalah baru (lagi-lagi) muncul.
Seseorang
yang tak pernah kulirik sebelumnya, sekarang meminta perhatianku!
Ini
adalah kronik dari kehidupanku yang sepertinya akan selalu ribet.
Kronik
dari seorang Audy.
“Seperti oksigen, keluarga ada di sekitarmu, di
setiap tarikan napasmu, mengalir dalam darahmu. Walaupun kamu nggak selalu bisa
lihat, tapi kamu tahu keluarga selalu ada bersama kamu.”
Akhirnya setelah sekian lama seri The Chronicles of
Audy kelar juga. Sebelum baca seri O2 ini, aku pandangin sampulnya dulu. Lama
banget. Aku meneliti tiap sisi dan sudutnya sambil menikmati perasaan aneh.
Ehm… senang, bangga, terharu, nggak sabar, tapi sekaligus sedih. Persis sama di
beberapa saat sebelum nonton film AADC 2. Aku tahu saat-saat seperti ini pasti
akan tiba. Pasti akan berakhir. Jadi aku membacanya benar-benar dengan
perasaan.
Sebenarnya aku sudah tidak peduli lagi untuk
mengulas tokoh-tokoh serial Audy ini. Aku hanya ingin membagi perasaan yang
entah kenapa jadi mellow setelah
membacanya, namun aku pahami bahwa nggak ada resensi buku yang hanya berisi
curahan hati resensatornya. Hihihi….
Oke. Audy Nagisa. Masih berumur 22 tahun, dan
sesungguhnya aku pun sudah cukup lelah untuk mengulang-ulang info kalau dia
belum juga lulus. Audy melamar jadi babysitter,
kemudian diperalat jadi pembantu, dan pada akhirnya jadi bagian keluarga 4R:
Regan, Romeo, Rex dan Rafae.
Singkat kata, setelah satu perjalan roller coaster, dia jatuh cinta kepada
anak ketiga keluarga ini, yang secara kebetulan adalah cowok tujuh belas tahun
dan ber-IQ 152, yang rumitnya tidak terkira, yang akan berkuliah di luar negeri
dalam waktu beberapa bulan lagi.
Seakan kehidupan asmaranya belumlah rumit, Romeo,
anak kedua keluarga itu, mengatakan hal-hal bego kepada Rex yang seketika membuat
Audy bergidik ngeri.
“Karena aku kakak yang nggak berguna, selama kamu
pergi nanti, aku, nggak akan jagain Audy buat kamu. Aku akan jagain Audy, tapi
untukku sendiri.”
Walau begitu, Audy tidak menghindari Romeo seperti
yang dilakukannya kepada Rex dulu, mungkin karena pembawaan Romeo yang santai,
norak, dan konyol, Audy merasa tidak perlu menjaga perasaannya. Mereka tetap
seru, mereka bersama-sama menjalankan beberapa misi demi melihat Rex dan Rafael
menjadi akur sebelum Rex pergi.
Regan pun masih memiliki peran penting di sini, dia
tetap menjadi kakak sulung yang bertanggungjawab terhadap adik-adiknya. Bersama
dengan Maura, istrinya, Regan berhasil menjadi kepala keluarga yang sebenarnya.
Seperti kata Audy, mereka adalah pasangan sempurna.
Di seri ini, semua masalah telah diselesaikan dengan
begitu hangat. Masalah tentang keberangkatan Rex ke MIT, masalah kecanggungan
antara Rex dan Rafael, juga masalah beban Maura kepada 4R, terutama kepada
Rafael.
Namun yang membuatku supergalau adalah ketika Rex
memberikan hadiah perpisahan untuk Audy yang menurutku… manis. Hadiah
perpisahan yang tidak terduga atau terbayangkan, baik itu menurut Audy, maupun
menurutku sebagai pembaca, dan itu membuatku bahagia bercampur haru.
Belum cukup sampai di situ, suasana kebahagiaan di
antara mereka di bagian ending cerita sukses membuatku menarik gulungan tisu.
Padahal aku bukanlah orang yang dramatis, apalagi melankolis layaknya Audy.
Tapi aku rela, jika pada saat membaca bagian itu roh Audy Nagisa memang
bersemayam di tubuhku. Hahaha….
Dalam buku ini, ada kutipan dialog yang membuatku
senyum-senyum sendiri sambil guling-guling di kasur. Yaitu,
Aku
mengangguk. “Kamu genius, pintar, dan… cerdas.”
Rex
mendengus. “Kamu pacaran sama ensiklopedia aja kalau gitu.”
“Tapi
ensiklopedia nggak bikin aku pengin punya tujuan,” kataku lagi. “Ensiklopedia
nggak bikin aku pengin jadi lebih baik. Ensiklopedia nggak percaya aku bisa
melakukan itu semua.”
Senyum
Rex memudar.
“Dan
yang paling penting, ensiklopedia nggak bikin aku deg-degan tiap ngelihatnya,” (Halaman
324)
Juga terdapat penggalan surat dari Romeo yang
membuatku terbahak sekaligus ingin menabok kepalanya.
‘Mas
pasti pulang, Dik. Dari yang merindukanmu juga. Mas Romeo.’
(Halaman 234)
Sampai kalimat Rafael yang membuatku… ekhem…
menangis.
“Jangan
nangis, Au.” Rafael menarik rokku, berusaha menghibur. “Nanti aku tanamin
peppermint juga.” (Halaman 350)
Sekali lagi, roh Audy Nagisa berhasil merasukiku.
Well, tidak bosannya aku mengatakan bahwa sebenarnya
aku tidak ingin sampai di sini. Aku belum siap berpisah dengan 4R1A. Mereka
benar-benar… ah, sulit dijelaskan. Sampai-sampai serasa aku ingin mendatangi
penulisnya untuk tidak mengakhiri kisah ini dulu. Tapi aku yakin, Orizuka
sangat waras tidak ingin membiarkan karyanya berakhir seperti sinetron. Selain
itu aku cukup diberi pengertian oleh pepatah klasik namun terbukti benar yang berbunyi “Setiap
pertemuan pasti ada perpisahan”
Betul, kan?
Jadi rasa-rasanya sebagai pembaca, aku ingin
mengucapkan terima kasih kepada Orizuka atas karyanya yang begitu… luar biasa
ini. Ada begitu banyak pelajaran yang bisa kita petik dalam kronik kehidupan
Audy, asal kita mau membuka mata dan hati.
Sampai di sini, aku rasa sampul O2-lah yang paling
pas banget dengan isinya. O2-Oksigen-tumbuhan-hijau.
Tunggu! Bicara apa aku ini? Hmm… begitulah. Semoga
dipahami.
Sebelum aku mengakhiri review ini, aku ingin memberi
beberapa kutipan dialog konyol Audy.
“Pasti
bahagia ya, kalau terlahir bebal kayak kamu.”
“Itu,
adalah judul lagu yang lebih ribet dari hidupku.”
“Bisa
kamu nggak pake kata-kata ala sinetron gitu?”
“Lakukan
itu dan Rex nggak akan pulang untuk selamanya,”
“Aku
bukan Putri Indonesia. Aku nggak bikin orang terkesan”
Oke. Intinya, seri terakhir TCoA ini melampaui
ekspektasiku. O2 lebih berhasil mengaduk-aduk emosiku dibandingkan dengan AADC 2. Jadi
dengan bangga aku memberi bintang sebanyak lima kepada seri terakhir ini.
Makanya, untuk kalian yang belum membacanya, apalagi tidak memiliki koleksinya
dengan lengkap, aku berani bertaruh bahwa kalian telah RUGI TOTAL. Hehehe…
Keterangan Buku
Penulis :
Orizuka
Penyunting : Yuli Yono
Cover
desainer dan illustrator : Bambang
‘Bambi’ Gunawan
Proofreader : KP Januwarsi
Jumlah
Halaman : 364 Hlm;
19 cm
Penerbit : Penerbit
Haru
Tahun
Terbit :
2016
Yuk lihat juga :
[Review] The Chronicles of Audy: 4/4
dan
[Review] The Chronicles of Audy: 21-Orizuka
dan
[Review] The Chronicles of Audy: 4R-Orizuka
Yuk lihat juga :
[Review] The Chronicles of Audy: 4/4
dan
[Review] The Chronicles of Audy: 21-Orizuka
dan
[Review] The Chronicles of Audy: 4R-Orizuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar